KOLAKA, JURNALISMANDIRI.COM - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kolaka mengambil langkah untuk membentuk Tim Investigasi, atas aduan penyerobotan lahan oleh perusahaan tambang di Desa Sopura dan Desa Oko-Oko, Kecamatan Pomalaa, usai menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara masyarakat selalu pemilik lahan dengan pihak PT Rimau selaku mitra PT IPIP, Kamis (12/6/2025).
RDP lintas Komisi tersebut, juga dihadiri oleh Asisten I Pemkab Kolaka, Pihak BPN Kabupaten Kolaka, dan Kepala Desa Sopura.
Ketua Komisi III DPRD Kolaka, Israfil mengatakan, Tim Investigasi yang melibatkan sejumlah unsur terkait termasuk Pemda Kolaka, untuk mengurai duduk persoalan hingga mencarikan solusi. "Tentu DPRD dan Pemda harus terlibat dalam tim investigasi itu. Adapun tugas tim investigasi itu nantinya yaitu mengurai persoalan yang ada di lapangan berkaitan dengan hak-hak masyarakat yang diduga tidak diberikan oleh pihak perusahaan," ungkapnya yang ditemui usai RDP.
Mantan aktivis HMI ini bilang, saat RDP berlangsung, PT IPIP mengungkapkan alasan melakukan aktivitas di lahan warga. "PT IPIP mengaku diarahkan oleh pemilik konsesi dalam hal ini PT Gassing, dengan dalih PT Gassing sudah membebaskan lahan tersebut sehingga pihak PT IPIP berani untuk melakukan aktivitas di lahan tersebut," ujarnya.
Karena RDP itu tidak mengundang PT Gassing, sehingga keterangan dari pihak PT IPIP tersebut dianggap mengambang.
Olehnya itu, DPRD Kolaka mengambil langkah untuk membentuk Tim Investigasi. "Tim Investigasi ini nantinya akan bekerja untuk membuat jelas persoalan yang dilaporkan oleh masyarakat. Dan sebelum persoalan ini tuntas maka tidak boleh ada aktivitas dilahan yang dipersoalkan itu," tegasnya.
Kuasa Hukum pemilik lahan, Supriadi mengurai kronologis penyerobotan tersebut. Ia menjelaskan bahwa kliennya adalah pemilik tanah perkebunan sesuai SHM No.264/1998 seluas ± 17.710 M² yang terletak saat itu di Desa Sopura dan kemudian saat ini terletak di Desa Oko-Oko serta tanah perkebunan dengan total luasan 8,5 Ha yang terletak di Desa Sopura.
Kata dia, tanah dimaksud telah diperoleh kliennya sejak tahun 2020 sesuai bukti peralihannya dan telah menggarap dan bercocok tanam jangka panjang maupun pendek di tanah yang terletak di Desa Sopura di kuasai sejak tahun 1984.
"Berjalannya waktu, kisaran awal tahun 2024, klien kami ke tanah perkebunannya dimaksud dan kaget melihat tanah hak miliknya telah diduga diserobot oleh oknum salah satu perusahaan yaitu PT.Rimau New World yang adalah mitra dari PT IPIP yang diduga berkoordinasi atau bekerjasama dengan pemilik konsesi tambang yaitu PT Gassing Sulawesi. Khusus tanah klien kami yang terletak di Desa Oko-Oko, dengan cara membuat jalan Hauling, Memagar, Membongkar tanaman-tanaman jangka panjang dan pendek yang ada," bebernya.
Supriadi mengatakan bahwa, pembongkaran tanah perkebunan kliennya, pemagaran dan pembuatan jalan Hauling jelas masuk dalam areal konsesi SHM dan surat keterangan tanah (SKT) kliennya tanpa ada koordinasi atau kerjasama atau persetujuan atau peralihan dalam bentuk apapun. "Karena kejadian itu, klien kami mengalami kerugian yaitu ia tidak dapat menguasai tanah dimaksud akibat dampak pembuatan jalan hauling, dihalang-halangi security dan melakukan pemagaran. Perusahaan telah melakukan dugaan pengrusakan tanah dan tanaman yang tumbuh di atas tanah dimaksud tanpa izin dari pemilik hak," ujarnya.
RDP sempat berjalan panas ketika Supriadi menunjukkan peta lokasi milik kliennya dalam forum tersebut. Peta tersebut memperlihatkan lokasi lahan yang sudah bersertifikat atas nama kliennya yang dikeluarkan oleh BPN pada tahun 1998.
Namun, ketika Supriadi meminta tanggapan dari perwakilan BPN Kolaka yang hadir dari RDP tersebut, pihak BPN justru menyatakan belum memegang peta tersebut.
Pernyataan tersebut spontan direspon keras oleh Supriadi dan puluhan warga yang hadir. Suasana forum pun sempat memanas, namun segera diredam oleh pimpinan rapat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar